WISATA DI SEMARANG

1.Lawang Sewu
Lawang Sewu merupakan sebuah bangunan kuno peninggalan jaman belanda yang dibangun pada 1904. Semula gedung ini untuk kantor pusat perusahaan kereta api (trem) penjajah Belanda atau Nederlandsch Indishe Spoorweg Naatschappij (NIS). Gedung tiga lantai bergaya art deco (1850-1940) ini karya arsitek Belanda ternama, Prof Jacob F Klinkhamer dan BJ Queendag. Lawang Sewu terletak di sisi timur Tugu Muda Semarang, atau di sudut jalan Pandanaran dan jalan Pemuda. Disebut Lawang Sewu (Seribu Pintu), ini dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu
Bangunan yang menjadi saksi bisu kelamnya masa penjajahan Belanda, membuat Lawang Sewu menjadi tempat yang penuh misteri di Jawa Tengah. Terlebih lagi, bangunan itu juga menjadi saksi sejarah tempat bertempurnya para pahlawan tanah air untuk mengusir para serdadu Jepang yang terakhir berkuasa. Termasuk saksi bisu ribuan pejuang Indonesia yang disiksa di lokasi itu.
Berdasarkan pengakuan warga di sekitar Lawang Sewu, ribuan makhluk gaib bermukim di gedung empat lokal tersebut. Bahkan, di titik-titik tertentu, mulai dari bagian sumur tua, pintu utama, lorong-lorong, lokasi penjara berdiri, penjara jongkok, penjara bawah tanah, ruang utama, serta di bagian ruang penyiksaan. Konon, di penjara bawah tanah adalah tempat para tahanan yang dimasukkan dan berdesak-desakan hingga meninggal dunia. Bukan rahasia lagi jika cerita misteri hantu seperti kuntilanak, genderuwo, hantu berwujud para tentara Belanda, serdadu Jepang, dan hantu wanita nonik Belanda sangat kental terdengar di Lawang Sewu.


2.Kota Lama 
Pada zaman kolonial Belanda dulu Kota Lama Semarang merupakan pusat pemerintahan Semarang dan pusat permukiman warga khususnya warga Belanda. Kawasan permukiman elite ini dibangun dengan sangat terkonsep. Sekeliling kota dibangun kanal air dilengkapi dengan jembatan, salah satunya adalah Jembatan Berok yang masih ada hingga kini. Sebagai pusat pemerintahan tentunya kawasan yang dulu sering disebut sebagai Outstadt ini dipenuhi dengan gedung-gedung megah yang dijadikan kantor. Salah satu bangunan megah bekas kantor yang kondisinya masih terawat adalah Gedung Asuransi Jiwasraya.
Sedangkan sebagai pusat permukiman, di kawasan ini juga terdapat tempat peribadatan seperti Gereja Blenduk dan Gereja Gedangan. Selain itu ada juga ruang terbuka Taman Srigunting dan Gedung Marabunta yang dulunya dijadikan gedung pertunjukan. Secara umum, hampir semua karakter bangunan yang ada di kawasan ini bergaya Eropa yang ditandai dengan besarnya ukuran pintu dan jendela, penggunakan kaca patri, bentuk atap yang unik, hingga keberadaan ruang bawah tanah di beberapa bangunan.
Karena lokasinya yang dikelilingi kanal dengan bangunan berlanggam Eropa, kawasan ini mendapat julukan Little Netherland. Seusai kemerdekaan Indonesia, kawasan yang dulunya ramai ini perlahan mulai ditinggalkan. Kini yang tersisa dari Kota Lama Semarang hanyalah bangunan-bangunannya yang megah namun tidak begitu terawat. Saat pagi dan siang hari kawasan ini masih ramai oleh orang yang lalu-lalang. Namun saat gelap tiba, Kota Lama Semarang akan sunyi dan terkesan misterius. Guna menghidupkan kembali gairah Kota Lama Semarang yang memudar, di kawasan ini kerap diadakan festival seni.

3.SAM POO KONG

Kelenteng Gedung Batu Sam Po Kong adalah sebuah petilasan, yaitu bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama islam yang bernama Zheng He / Cheng Ho. Terletak di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota Semarang. Tanda yang menunjukan sebagai bekas petilasan yang berciri keislamanan dengan ditemukannya tulisan berbunyi "marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al Qur'an".
Disebut Gedung Batu karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu, orang Indonesia keturunan cina menganggap bangunan itu adalah sebuah kelenteng - mengingat bentuknya memiliki arsitektur bangunan cina sehingga mirip sebuah kelenteng. Sekarang tempat tersebut dijadikan tempat peringatan dan tempat pemujaan atau bersembahyang serta tempat untuk berziarah. Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu diletakan sebuah altar, serta patung-patung Sam Po Tay Djien. Padahal laksamana cheng ho adalah seorang muslim, tetapi oleh mereka di anggap dewa. Hal ini dapat dimaklumi mengingat agama Kong Hu Cu atau Tau menganggap orang yang sudah meninggal dapat memberikan pertolongan kepada mereka.[1]
Menurut cerita, Laksamana Zheng He sedang berlayar melewati laut jawa, namun saat melintasi laut jawa, banyak awak kapalnya yang jatuh sakit, kemudian ia memerintahkan untuk membuang sauh. Kemudian merapat ke pantai utara semarang untuk berlindung di sebuah Goa dan mendirikan sebuah masjid di tepi pantai yang sekarang telah berubah fungsi menjadi kelenteng. Bangunan itu sekarang telah berada di tengah kota Semarang di akibatkan pantai utara jawa selalu mengalami proses pendangkalan yang di akibatkan adanya proses sedimentasi sehingga lambat-laun daratan akan semakin bertambah luas kearah utara.
Konon, setelah Zheng He meninggalkan tempat tersebut karena ia harus melanjutkan pelayarannya, banyak awak kapalnya yang tinggal di desa Simongan dan kawin dengan penduduk setempat. Mereka bersawah dan berladang di tempat itu. Zheng He memberikan pelajaran bercocok-tanam serta menyebarkan ajaran-ajaran Islam, di Klenteng ini juga terdapat Makam Seorang Juru Mudi dari Kapal Laksamana Cheng Ho.
*berbagai sumber

Comments

Popular posts from this blog